Notification

×

Tag Terpopuler

PENDAPAT HUKUM DARI DOSEN TETAP STIHPADA

Friday, March 03, 2023 | Friday, March 03, 2023 WIB Last Updated 2023-03-03T14:15:57Z


Dr. Derry Angling Kesuma. SH.,M. Hum. CPH.CM, CHCBP., CHCM


Melansir Berita dari Harian Umum Sumsel Pers, Jumat 3 Maret 2023, bahwa Pengadilan Negeri Kelas IA Palembang melaksanakan sita eksekusi terhadap tiga objek Gedung milik asuransi Jiwa Bersama Bumi Putera, sehubungan dengan putusan Mahkamah Agung 1/499/2022 yang telah berkekuatan hukum tetap, yang diajukan oleh pemohon kuasa hukum PT. Pusri Sriwijaya Palembang.


Menurut  lifepal.co.id), yang diakses pada tanggal 3 Maret 2023, Pada tahun 2010, Bumiputera didera kasus penggelapan uang. Pada tahun 2007 dan 2008, terdapat skandal kontrak pengelolaan dana dan investasi lewat PT Optima Kharya Capital Management (Optima) yang dilakukan sebanyak tujuh kali. Namun, pemilihan Optima itu berdasarkan hasil suap. Total uang Bumiputera yang dikelola Optima mencapai Rp307 miliar. Tahun 2009, Optima gak bisa mengembalikan dana investor, termasuk Bumiputera. Mereka cuma bisa mengembalikan Rp10 miliar uang Bumiputera saat jatuh tempo. Hal tersebutlah yang kemudian menimpa Nasabah Bumiputera, yaitu belum terbayar klaim para Nasabah yang seharusnya sudah menjadi hak Nasabah dan kewajiban Pihak asuransi untuk mencairkan hak nasabah sesuai dengan perjanjian yang di buat.


Lantas bagaimana dengan hak-hak nasabah asuransi Jiwa Bersama Bumi Putera, dimana mereka telah menginvestasikan dan mempercayakan dana-nya kepada Jiwa Bersama Bumi Putera, apakah mereka bisa mendapatkan perlindungan terhadap hak-hak mereka sebagai nasabah ?


Perjanjian asuransi diatur dalam Pasal 1774 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Di dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa suatu persetujuan untung-untungan ialah suatu perbuatan yang hasilnya, yaitu mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, tergantung pada suatu kejadian yang belum pasti. Yaitu persetujuan pertanggungan, bunga cagak hidup, perjudian dan pertaruhan. 


Jika kita kembali memperhatikan bunyi Pasal 1774 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek, dapat disimpulkan bahwa perjanjian asuransi ini dikategorikan sebagai perjanjian untung-untungan (kans overeenkomst). Menurut Pasal 1774 tersebut selain perjanjian asuransi yang termasuk dalam perjanjian untung-untungan, juga adalah bunga cagak hidup (liferente) dan perjudian serta pertaruhan (spel en weddingschap).


Pengaturan asuransi yang umum dan luas terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Dalam Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau Wetboek van Koophandel dijumpai suatu pengertian atau definisi resmi dari asuransi, pasal tersebut menyatakan bahwa asuransi pada umumnya adalah suatu persetujuan dimana penanggung dengan menikmati suatu premi mengikat dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian karena kehilangan, kerugian, atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang akan dapat diterima olehnya karena kejadian yang tidak pasti.


“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk penggantian kepadanya karena suatu kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu.”  


Namun pada pasal tersebut hanya mendefinisikan asuransi kerugian (Schadeverzekeing : Loss Insurance) yang obyeknya adalah harta kekayaan. Sedangkan di pasal 246 KUHD tidak termasuk tentang asuransi jiwa, karena jiwa manusia bukanlah harta yang bisa dinilai dengan uang.  


Perjanjian asuransi mempunyai tujuan bahwa pihak yang mempunyai kemungkinan menderita risiko kerugian (pihak tertanggung) melimpahkan kemungkinan dari risiko kerugian yang terjadi kepada pihak lain yang bersedia membayar ganti rugi (pihak penanggung), dan perjanjian tersebut berguna sebagai pembuktian. Dalam perjanjian asuransi jiwa para pihak yaitu pemegang polis, penanggung dan tertunjuk (penikmat asuransi) mempunyai hak dan kewajiban masing-masing yang bersifat timbal balik dimana hak dan kewajiban pemegang polis sebaliknya juga merupakan hak dan kewajiban perusahaan asuransi sebagai penanggung. Adapun hak dan kewajiban yang dimaksud antara lain sebagai berikut:


Hak-hak dari pemegang polis antara lain:


Hak untuk mendapatkan ganti kerugian apabila terjadi  Evenemen. Menurut Pasal 1 ayat (1) huruf a & huruf b Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian menyatakan :


“Pasal 1


Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan Asuransi sebagai imbala untuk :


memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.” 

[8] Hak untuk mendapatkan jumlah pertanggungan apabila tidak terjadi Evenemen dalam masa asuransi. Pada masa asuransi jiwa berakhir tanpa terjadi evenemen, pemegang polis atau tertunjuk berhak mendapatkan pengembalian sejumlah uang tertentu dari penanggung sesuai dengan perjanjian dalam polis.


[9] Hak untuk mendapatkan jaminan perlindungan dana nasabah, dimana jaminan perlindungan dana nasabah adalah yang paling utama dan wajib didahulukan penyerahannya apabila perusahaan asuransi mengalamai pailit atau dilikuidasi, hal tersebut telah di atur secara tegas dalam Pasal 52 ayat (1) & (2) Undang-Undang Nomor Tahun 2014 Tentang Perasuransian yang berbunyi :


“Pasal 52


Dalam hal Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dipailitkan atau dilikuidasi, hak Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta atas pembagian harta kekayaannya mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada hak pihak lainnya.


Dalam hal Perusahaan Asuransi atau perusahaan reasuransi dipailitkan atau dilikuidasi, Dana Asuransi harus digunakan terlebih dahulu untuk memenuhi kewajiban kepada Pemegang Polis, Tertanggung, atau pihak lain yang berhak atas manfaat asuransi.” 


Kewajiban Pemegang polis antara lain:


Kewajiban membayar premi kepada penanggung sebagai kontraprestasi dari ganti kerugian atau uang santunan yang akan penanggung berikan padanya, premi merupakan syarat esensial dalam perjanjian asuransi.


Kewajiban untuk memberikan keterangan-keterangan yang di perlukan oleh penanggung dengan i’tikad baik. 


Terhadap perusahaan asuransi yang gagal bayar atau tidak mau membayar polis jatuh tempo nasabahnya, maka nasabah dapat mengadukannya kepada pihak yang memeriksa pada sektor jasa keuangan sebagai lembaga yang mempunyai tugas dan fungsi untuk melaksanakan pengawasan terhadap lembaga jasa keuangan sehingga lembaga pemeriksa tersebut dapat mengambil langkah tegas untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang berbunyi :


“Pasal 30 :


Untuk perlindungan Konsumen dan masyarakat, OJK berwenang melakukan pembelaan hukum, yang meliputi:


memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada Lembaga Jasa Keuangan untuk menyelesaikan pengaduan Konsumen yang dirugikan Lembaga Jasa Keuangan dimaksud;


mengajukan gugatan:


untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang dirugikan dari pihak yang menyebabkan kerugian, baik yang berada di bawah penguasaan pihak yang menyebabkan kerugian dimaksud maupun di bawah penguasaan pihak lain dengan itikad tidak baik; dan/atau untuk memperoleh ganti kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian pada Konsumen dan/atau Lembaga Jasa Keuangan sebagai akibat dari pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.”  


Sehingga, hak dan kewajiban nasabah maupun pihak asuransi tertera dalam perjanjian premi dan polis-polis yang diatur dalam perjanjian nasabah, akan tetapi hak dan kewajibannya secara umum diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian sebagai titik yang menjadi panduan.


Mekanisme Perlindungan hukum bagi nasabah sangatlah penting mengingat tidak adanya jaminan perusahaan asuransi akan selalu berada dalam kondisi ekonomi yang baik, nasabah yang berpotensi mengalami kerugian harus di perhatikan kedudukannya dalam upaya memberikan perlindungan hukum yang adil.


Jadi bisa disimpulkan jika terjadi kasus perusahaan asuransi yang dinyatakan pailit maka perlindungan hukum bagi nasabah asuransi ( tertanggung ) tetap dibayarkan sesuai perjanjian antara perusahaan asuransi dan tertanggung. Perusahaan asuransi yang mengalami pailit lalu diwakilkan oleh seorang kurator diharuskan melunaskan utangnya dalam perusahaan perasuransian kepada para kreditor disesuaikan dengan prioritas kreditornya masing-masing.

×
Berita Terbaru Update