![]() |
Sidang lanjutan perkara BNI di Pengadilan Tipikor Palembang (Foto : Ariel/SP) |
PALEMBANG, SP - Tim Penasehat Hukum terdakwa Weni Aryanti menghadirkan saksi a de charge atau saksi meringankan dalam sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi secara melawan hukum menggunakan nomor user dan password aplikasi BNI Integrated & Centralized Online System (BNI ICONS) teller milik saksi Sheisa Nabila Devindra untuk melakukan transaksi penyetoran uang tunai tanpa disertai fisik uang sebanyak 18 rekening yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp5,2 miliar.
Dihadapan majelis hakim yang diketuai Sangkot Lumban Tobing SH MH, saksi meringankan Julius Budiantoro yang dihadirkan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Palembang, merupakan suami dari terdakwa Weni Aryanti.
Saat digali oleh majelis hakim, dalam keterangannya saksi Julius menyebut kalau istrinya Weni Aryanti saat itu merasa ditekan secara psikologis oleh sekelompok orang penipu yang tergabung dalam grup WhatsApp 'Aplikasi Azalea', yang meminta dikirim uang ke sejumlah rekening dalam bentuk investasi agar hasil misi bisa segera dicairkan.
"Awalnya didalam grup itu anggotanya, termasuk istri saya (terdakwa Weni) diminta menyelesaikan tugas di E-Commerce seperti Lazada, tokopedia, dan lain sebagainya. Nanti akan dapat keuntungan yang bisa dicairkan," ujarnya kepada majelis hakim.
Julius Budiantoro menjelaskan, setelah uang ditransfer melalui rekening BNI Cabang Palembang dengan menggunakan password bawahan terdakwa, pihak BNI pun mengetahui soal adanya transaksi yang dilakukan oleh terdakwa.
"Saya sempat ingin melaporkan kalau istrinya menjadi korban penipuan ke Polisi, namun dari pihak Legal BNI melarang, bahkan cerita kepada keluarga dan menghubungi pengacara pun tidak boleh. Karena kata Legal BNI akan menjadi ribet, khawatir masalah tersebut akan menjadi panjang dan merusak nama baik BNI," ungkap Julius.
Seusai sidang, Nurmala penasehat hukum terdakwa Weni Aryanti membenarkan bahwa soal pelarangan membuat laporan ke Polisi itu telah diungkap oleh suami kliennya itu di persidangan.
"Kami sangat menyayangkan hal ini bisa terjadi, dan saya tidak tahu apa yang ada dipikiran pihak BNI, yang tidak boleh membuat laporan ke Polisi. Kan katanya nanti akan menjadi ribet, justru sekarang masalahnya sudah masuk proses persidangan Weni Aryanti sudah menjadi terdakwa," ujarnya.
"Dari penjelasan saksi tadi biar tidak ribet dan tidak di panggil-panggil Polisi tetapi sekarang kan sama saja lapor ke Jaksa masih dipanggil-panggil juga sebagai saksi dari pihak BNI. Bahkan dari fakta persidangan sudah terungkap, bahwa pihak BNI tidak melakukan penelusuran terhadap 18 rekening yang mana uang Rp5,2 miliar ini kemana saja dan diterima oleh siapa saja dan itu tidak lakukan BNI," beber Nurmala.
Nurmala juga mempertanyakan kliennya disidangkan dalam perkara Tindak Pidana Korupsi dan hanya menjadi terdakwa tunggal.
"Dalam perkara ini hanya Weni Aryanti saja jadi terdakwa, kan didalam pasal 2 dan pasal 3 adanya perbuatan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Jadi sekarang Weni tidak mendapatkan keuntungan, berarti ada orang lain yang diuntungkan sementara orang lain tidak dijadikan tersangka atau saksi sekalipun," ujarnya.
Sementara itu, Tim Legal BNI yang terlihat hadir dalam persidangan tidak berhasil untuk dimintai tanggapannya atas keterangan saksi yang dihadirkan.
Pasalnya, Tim Legal BNI sudah meninggalkan Pengadilan Tipikor Palembang seusai persidangan.
Dalam dakwaan JPU, Weni Aryanti yang menjabat sebagai Pengganti Sementara (Pgs) Teller Supervisor BNI Palembang sejak Mei 2024, didakwa melanggar hukum dengan melakukan transaksi ilegal dalam sistem BNI ICONS.
Atas perbuatannya, Weni Aryanti didakwa melanggar Primair: Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Subsidair: Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang yang sama. (Ariel)