![]() |
- Sidang Lanjutan Perkara Dugaan Korupsi Kredit Modal Kerja BSB
PALEMBANG, SP - Sidang lanjutan dugaan korupsi kredit modal kerja Bank Sumsel Babel (BSB) kembali digelar Kamis (12/12), yang menjerat seorang komisaris PT. Gatramas Internusa (G.I) yakni terdakwa Augustinus Judianto.
Sidang yang digelar diruang sidang Pengadilan Tipikor Palembang dihadapan majelis hakim Tipikor yang diketuai Erma Suharti SH MH kembali mengagendakan sidang mendengarkan saksi-saksi terkait adanya dugaan korupsi tersebut.
Sebanyak 8 saksi dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel Adi Purnama sebagai ketua tim JPU. Adapun kedelapan saksi yang dihadirlan tersebut diantaranya adalah empat orang dari rekanan PT. GI yakni PT. Rekayasa Industri (Rekin) sebagai kontraktor utama proyek PT. Pusri.
Serta satu orang saksi dari PT. Tesko sebagai pihak penjual alat berat top drive yang dibeli oleh PT GI yang digunakan sebagai agunan dalam proses peminjaman kredit kepada pihak BSB.
Selain itu tiga diantaranya turut dihadirkan pula yakni pimpinan proyek PT. Rekin yang pada sidang sebelumnya selalu mengelak setiap pertanyaan dari majelis hakim maupun dari pihak JPU serta dari pihak pengelola kredit BSB.
Menurut keterangan saksi pertama yakni dari mantan staf PT. Tesko yang menjual alat berat jenis mesin pengeboran pipa yang dibeli oleh terdakwa sebagai jaminan atau agunan dalam mengajukan kredit di BSB.
"Alat tersebut memang dibeli oleh terdakwa dalam bentuk brang second kepada kami PT Tesco yang mulia". Ucap saksi bernama Yudo manyan staf PT. Tesco.
Namun ketika ditanya bahwa nilai agunan dari unit alat berat tersebut nilai waktu PT. Tesko menjualnya kepada Pihak PT. GI yang dibeli secara casg tersebut, saksi tersebut menjawab bahwa nilai jualnya pada saat itu sesuai barang bukti Invoice senilai hanya 830 ribu USD.
"Pada waktu itu PT. GI membelinya dengan harga 830 ribu USD, dan itu ada bukti Invoicenya yang mulia, yang pada saat itu dibayar langsung oleh Direktur PT. GI yang meninggal turut didampingi juga oleh terdakwa juga" Ungkapnya.
Namun ketika majelis hakim menunjukkan barang bukti yang berupa dua surat invoice pembelian alat berat tersebut dengan nilai yang berbeda yakni 830 ribu USD dan 1,4 juta USD, saksi tersebut hanya mengakui invoice yang bernilai 830 ribu saja yang bertanda tangan pimpinan PT. Tesco asli. Sementara untuk satu invoice lainnya diyakini oleh saksi tersebut diduga palsu.
"Saya mengetahui tanda tangan pimpinan saya yang mulia, jadi untuk yang senilai 1.4 juta USD diduga dipalsukan yang mulia". Ungkapnya lagi.
Yang menarik dari kesaksian para saksi-sakai tersebut adalah JPU mengkonfrontir keterangan saksi sebelumnya yakni pimpinan proyek PT. Rekin yang pada sidang sebelumnya dicecar berbagai pertanyaan oleh majelis hakim dengan banyak tidak mengetahui adanya tandangan dirinya yang sempat membuat majelis hakim sedikit kesal.
"Untuk itulah kami agenda kan hari ini menghadirkan kembali saksi Nendroyogi Hadiputro mantan GM corporate finance PT. Rekin. Untuk dukonfrontasi keterangannya dengan saksi-saksi lain yang juga staf PT Rekin dikarenakan pada sidang sebelumnya saksi tersebut terkesan mengelak dari semua pertanyaan yang diajukan". Ungkap JPU Adi dalam persidangan.
Dalam persidangan kali ini juga, saksi Nendroyogi pun masih teyap mengelak, meskipun sudah dikonfrontasi berbagai pertanyaan oleh majelis hakim, JPU serta kuasa hukum terdakwa Novirianti SH dan rekan.
Setelah mendengarkan kesaksian dari saksi-saksi yersebut, oleh majelis hakim, sidang ditunda dan akan dilanjutkan kembali pada minghu depan dengan agenda masih tetap menghadirkan saksi dari pihak JPU.
Seperti diberitakan sebelumnya perkara yang menjerat terdakwa hingga harus berurusan dengan hukum tersebut bermula pada rentang tahun 2014 hingga 2015 dikantor pusat Bank Sumsel Babel (BSB) Palembang.
Terdakwa Ir. Augustinus beserta Herry Gunawan (telah meninggal dunia) keduanya merupakan Direktur sekaligus pemegang saham PT. Gatramas Internusa oleh pihak BSB telah diberikan fasilitas kredit modal usaha dengan agunan yang diduga tidak sesuai dengan nilai sebenarnya, mengajuka pencairan kredit yang tidak sesuai prosedur serta fakta progres pekerjaan sebenarnya dan diduga sengaja tidak membayarkan pokok hutang beserta bunganya dari fasilitas kredit yang telah diterima, hingga mengakibatkan kerugian negara terutama kerugian kas daerah provinsi Sumsel sebesar Rp 13.961.400.000. (Fly)