Notification

×

Tag Terpopuler

Harga Cabai Meroket, Pengusaha Kuliner Menjerit

Friday, January 24, 2020 | Friday, January 24, 2020 WIB Last Updated 2020-01-24T03:20:56Z

Ilustras, (foto/net)
PALEMBANG, SP - Sejak memasuki pergantian tahun baru hingga minggu ketiga Januari ini, harga cabai rawit dan cabai merah keriting berangsur naik tinggi dan menjadi polemik tersendiri bagi sejumlah pelaku bisnis kuliner di Palembang, khususnya yang menggunakan cabai sebagai bahan utama masakannya.

Berdasarkan pantaun dilapangan, kenaikan harga cabai merah dan cabai rawit, dipengaruhi faktor curah hujan yang mengganggu produksi cabai di petani cabai. Di lain pihak, pedagang pasar mengaku, pasokan komoditas cabai rawit dan cabai merah berkurang dan berimbas pada kenaikan harga. Sebagai komoditas penting, melambungnya harga cabai rawit dan cabai merah ini tentunya menuai persoalan, terutama bagi masyarakat yang menjadi konsumen setia cabai.

Bang Fe, salah satu pedagang kuliner di pusat perbelanjaan Palembang Square (PS) Mal mengatakan, persoalan tingginya harga cabai rawit dan cabai merah masih menjadi polemik. Saat ini memang, harga cabai cukup mahal bagi pelaku usaha kuliner seperti dirinya yang menggunakan cabai sebagai bahan utama.

“Harga jual ke konsumen kita tetap tidak ada kenaikan, karena kebutuhan sambal nomor satu, hanya saja porsi jualannya agak dikurangi,” katanya saat dikonfirmasi Sumsel Pers, Kamis (23/1).

Diakuinya pula, hal ini tentu berpengaruh pada omzet dagangannya, karena kebetulan juga menu kita rata-rata berbahan cabai. Meski omzet sedikit menurun, tapi konsumen tidak berpengaruh. “Karena, konsumen tidak tahu menahu mau harga cabai tinggi atau rendah, kami pedagang takut mengecewakan pelanggan,” tandasnya.

Lain lagi Fahmi, pedagang seblak yang membuka usahanya di kawasan Bukit Besar Palembang mengatakan, cabai merupakan bahan utama yang digunakannya dalam membuat seblak. “Emang lagi mahal, makanya saya kurangi porsi pembelian cabai,” sebutnya.

Ditambahkannya, untuk mensiasati harga cabai yang melambung ini, dia pun membeli cabai dengan harga terjangkau saja sebagai bahan utama masakan dagangannya. Meski harga cabai mahal, Fahmi mengklaim, dia tetap tidak menggunakan cabai bubuk. Sebab, bila menggunakan cabai bubuk, cita rasa sambal rujak akan berbeda dan pembeli disebutnya belum terbiasa. "Cabai bubuk nanti rasanya beda, nanti saya dikomplain," katanya.

Sementara Udin, salah seorang pedagang ayam geprek mercon di kawasan Jalan Sosial, Palembang menyatakan, dikarenakan bahan utama masakan dagangannya adalah cabai merah keriting dan cabai rawit merah mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi, untuk saat ini, dia memilih menutup sementara dagangannya.

“Penjualan kita menurun drastis, hanya cukup untuk biaya operational saja, sementara kebutuhan kita banyak, maka kita tutup untuk sementara waktu dulu, entah belum tahu kapan kita buka kembali,” ungkapnya.

Iren pemilik sebuah resto di kawasan Km 9, Palembang mengungkapkan, tingginya harga cabai dalam sebulan terakhir membuat pelaku usaha kuliner terkena imbasnya. Harga cabai yang melambung tinggi menyentuh Rp70 ribu per kilogram (kg) mau tidak mau membuat mereka terpaksa menaikkan harga jual dagangannya.

“Karena harga cabai melonjak tinggi, kita terpaksa menaikkan harga masakan yang kita jual,” katanya.

Menurutnya, jika melambungnya harga cabai hanya berlangsung sepekan, kenaikan harga produk masih bisa dibendung. “Ini kan naiknya sudah sejak akhir tahun lalu meskipun secara bertahap, jadi mau nggak mau kita juga menyesuaikan dengan biaya produksi,” kilah Iren.

Sedangkan Nina salah satu pedagang pempek di kawasan Sukarami Palembang menyebutkan, pada dasarnya kenaikan harga cabai rawit yang juga menjadi bahan utama pembuat cuka pempek tidak begitu berpengaruh pada usaha kulinernya.

Namun menurut dia, yang sangat berpengaruh itu adalah kenaikan bahan pokok pembuat pempek seperti daging ikan giling. Maka dari itu diakuinya, sejak awal 2020 ini dia memilih menaikan harga dari sebelumnya Rp3 ribu per buah menjadi Rp3.500. (dkd)
×
Berita Terbaru Update