Notification

×

Tag Terpopuler

Tanggapan Pengacara Soal Konsekuensi Hukum Terima Konpensasi Pemanfaatan Hutan

Monday, January 30, 2023 | Monday, January 30, 2023 WIB Last Updated 2023-01-30T15:28:04Z

Tim kuasa hukum Dedi Sigarmanudin saat memberikan keterangan sesuai sidang di Pengadilan Tipikor Palembang (Foto : Ariel/SP)

PALEMBANG, SP - Jaksa Penuntut Umum Kejari Muara Enim menghadirkan 10 saksi dalam sidang pembuktian perkara dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan dana kompensasi Hutan Ramuan Desa Darmo dari PT Manambang Muara Enim (MME) yang menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp.15.533.653.000,00 tahun 2019, di Pengadilan Tipikor Palembang, Senin (30/1/2023).


Dalam perkara tersebut, menjerat tiga terdakwa atas nama Mariana selaku Pelaksana harian (Plh) Kepala Desa Darmo, Dedi Sigarmanudin selaku Ketua Tim Kerjasama dengan PT. Manambang Muara Enim dan Safarudin Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD). 


Dihadapan majelis hakim yang diketuai DR Edi Terial SH MH, para saksi yang dihadirkan dalam persidangan yakni, Heri Iswanto, Astiawan, Titi Ulan Tari, Mensi Afriansi, Badri, Baharudin, Emran Tabrani, Rachmad Noviar dan Darmawan.


Dalam keterangannya salah satu saksi Badri selaku Kaur Tata Usaha Desa Darmo mengaku keberatan jika dana kompensasi pemanfaatan hutan sebesar Rp10 juta yang diterimanya dikembalikan ke penuntut umum.


Hal tersebut dikatakanya, saat menjawab pertanyaan tim penasehat hukum para terdakwa.


"Saudara saksi, apakah bersedia mengembalikan uang seperti yang diminta penuntut umum?," Tanya penasehat hukum kepada saksi Badri.


"Sangat keberatan jik uang konpensasi tersebut harus dikembalikan," jawab saksi. 


Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum menayakan kepada saksi Badri terkait penerimaan uang konpensasi tersebut.


"Saksi selaku Kaur TU Desa Darmo ya, apakah saudara menerima uang kompensasi dari pemanfaatan hutan sebesar Rp 10 juta, bisa dijelaskan apa alasannya," tanya jaksa.


"Saya menerima uang kompensasi, karena itu tanah leluhur kami," ujar saksi Badri.


Menanggapi hal tersebut Sujoko Bagus SH MH tim kuasa hukum terdakwa Dedi Sigarmanudin mengatakan, masyarakat penerima konpensasi keberatan jika harus mengembalikan karena tanah tersebut punya leluhur mereka.


"Tadi kan penuntut umum menghadirkan saksi diantaranya mantan Camat dan perangkat desa serta pihak dari PMD Muara Enim. Semestinya, mereka lebih mengetahui tanah ini manfaatnya yang dirasakan masyarakat setelah adanya penawaran kerjasama dari PT MME, untuk mengelola tanah adat Desa Darmo senilai Rp 16,5 milyar. Terkait saksi yang keberatan untuk mengembalikan uang konpensasi sebesar Rp 10 juta itu, kami sudah tanyakan kepada masyarakat penerima dan saksi para Kadus maupun BPD, alasannya kenapa keberatan tidak mau mengembalikan karena mereka beralasan bahwa tanah tersebut punya leluhur mereka," ujar Sujoko Bagus.


Dijelaskannya, tanah itu sudah dibuat Surat Pengakuan Hak (SPH) karena memang benar tanah tersebut berasal dari tanah adat.


"Jika konsekuensi hukum seperti yang dibilang penuntut umum kalau konpensasi itu tidak dikembalikan, selain tiga terdakwa termasuk klien kami ini bearti semuanya sebanyak 1300 masyarakat Desa Darmo yang menerima kompensasi semua harus masuk juga karena ikut serta," katanya.


Sujoko Bagus juga mempertanyakan kliennya didakwa melakukan tindak pidana korupsi karena dana pengelolaan kerjasama itu dari pihak swasta bukan uang negara.


"Kalau dianggap melakukan tindak pidana korupsi seharusnya uang negara, tapi ini kan uang swasta dari perusahaan yang melakukan kerjasama pemanfaatan hutan ramuan dan masyarakat mendapatkan konpensasi, dimana negara dirugikannya, jelas kasus ini kami menduga dipaksakan," ujarnya.


Sementara itu Komarulah tim kuasa hukum lainnya menambahkan, bahwa dalam perkara tersebut ada kesalahan administrasi yang seharusnya dana itu masuk ke rekening desa tetapi masuk ke rekening Tim 11.


"Ada kesalahan sistem yang seharusnya masuk ke rekening desa tetapi masuk ke rekening Tim 11. Itu semua berdasarkan kesepakatan dan musyawarah masyarakat dan telah diketahui camat terdahulu yang tadi dihadirkan menjadi saksi, seharusnya di PTUN kan dulu," jelas Komar. 


Dijelaskannya, dari hasil pemeriksaan BPK telah ditemukan kerugian sebesar Rp 15,5 milyar garis bawah uang tersebut sudah dibagikan kepada masyarakat dalam bentuk konpensasi serta untuk honor panitia atau petugas dan sebagainya.


Terpisah Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum Kejari Muara Enim Ari Prasetyo mengatakan, konpensasi diterima masyarakat dikarenakan ketidak tahuan dan tidak ada yang mensosialisasikan soal mekanisme yang benar 


"Mereka ini tidak tahu dengan regulasi terhadap peruntukan itu memang tidak boleh melalui mekanisme yang tidak benar, jelas ini ada konsekuensi hukum nya. Disini mereka karena ketidak tahuan dan tidak ada yang mensosialisasikan maka dianggap benar. Sehingga saat ini mereka masih bersih keras. Jadi tinggal menunggu tindak lanjutnya saja," tegas Kasi Pidsus Kejari Muara Enim ini.


Diketahui dalam dakwaan, bahwa terdakwa Mariana selaku Plh Kepala Desa Darmo pada 4 Februari 2019 bersama-sama dengan saksi Safarudin MC (dilakukan penuntutan secara terpisah) selaku Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan saksi Dedi Sigarmanudin selaku Ketua Tim Kerjasama dengan PT. Manambang Muara Enim (Tim 11 Hutan Ramuan Desa Darmo), bertempat di Desa Darmo Kecamatan Lawang Kidul Kabupaten Muara Enim telah melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan, secara melawan hukum dalam mengelola dana kompensasi pemanfaatan Hutan Ramuan Desa (HRD) Darmo telah memanipulasi Berita Acara Musyawarah pemanfaatan dana kompensasi Hutan Ramuan Desa (HRD) Darmo tanpa melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).


Atas perbuatannya, ketiga terdakwa didakwa telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya diri sendiri dan orang lain yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp.15.533.653.000,00, sesuai hasil laporan audit perhitungan kerugian keuangan negara oleh Perwakilan BPKP Sumsel. (Ariel)

×
Berita Terbaru Update