![]() |
Rainmar Yousnaidi Kepala Cabang PT Magna Beatum saat ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara Pasar Cinde Mangkrak |
PALEMBANG, SP - Usai ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi pembangunan proyek mangkrak Revitalisasi Pasar Cinde, Rabu (2/7/2025) malam.
Penyidik Pidsus Kejati Sumsel kembali melakukan pemeriksaan terhadap Rainmar Yousnaidi dan Edi Hermanto sebagai tersangka, Kamis (3/7/2025).
Kasi Penkum Kejati Sumsel Vanny Yulia Eka Sari mengatakan, bahwa kedua tersangka tersebut diperiksa dari pukul 10.00 WIB sampai dengan selesai.
"Hari ini, Tim Penyidik melakukan pemeriksaan terhadap dua orang tersangka yakni, EH selaku Ketua Panitia Pengadaan Badan Usaha Mitra Kerja Sama Bangun Guna Serah dan RY selaku Kepala Cabang PT MB. Keduanya diajukan kurang lebih sebanyak 20 pertanyaan oleh penyidik.
Seperti diketahui dalam perkara Pasar Cinde tersebut, Kejati Sumsel telah menetapkan empat orang tersangka yakni, Alex Noerdin mantan Gubernur Sumsel, Edi Hermanto, Rainmar Yousnaidi dan Aldrin Tando Direktur PT MB.
Keempatnya ditetapkan sebagai tersangka terkait bahwa tim penyidik menetapkan dugaan korupsi kegiatan Kerja Sama Mitra Bangun Guna Serah antara Pemerintah Provinsi Sumsel dengan PT Magna Beatum tentang pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah di Jalan Sudirman Kawasan Pasar Cinde tahun 2016-2018.
Adapun modus operandi perkara ini, bermula adanya rencana pemanfaatan Aset milik Pemprov Sumsel untuk pembangunan fasilitas pendukung Asian Games tahun 2018. Kemudian disetujui Pasar Cinde berpotensi dilakukan pengembangan dengan mekanisme BGS. Bahwa dalam pelaksanaan proses pengadaan tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya dan Mitra BGS tidak memenuhi kualifikasi panitia pengadaan.
Kemudian dilakukan penandatanganan kontrak yang mana kontrak tersebut tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, akibat kontrak tersebut mengakibatkan hilangnya bangunan Cagar Budaya Pasar Cinde. Serta terdapat juga aliran dana dari Mitra Kerjasama ke pejabat terkait pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Dalam penyidikan ditemukan, fakta dari bukti elektronik (chatting handphone) yaitu adanya usaha untuk menghalang-halangi proses penyidikan yaitu ada yang bersedia pasang badan dengan kompensasi sejumlah uang senilai kurang lebih Rp17 miliar serta ada upaya mencarikan peran pengganti untuk menjadi tersangka.
"Tidak menutup kemungkinan para tersangka dikenakan Pasal Penghalangan Penyidikan (Obstruction Of Justice). Tim penyidik tentu saja akan terus mendalami alat bukti terkait keterlibatan pihak lain yang dapat dimintai pertanggung jawaban pidananya, serta akan segera melakukan tindakan hukum lain yang diperlukan sehubungan dengan penyidikan dimaksud," tegas Vanny.
Vanny menambahkan, adapun perbuatan tersangka melanggar Primair Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18. Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHPidana Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. Subsider Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. (Ariel)