![]() |
(foto/ist) |
PALEMBANG, SP - Pengadilan Negri Palembang Klas 1A Khusus, Rabu (18/11) akan menggelar sidang perdana penyuap proyek strategis terhadap seorang bupati Muaraenim Nonaktif Ahmad Yani yang tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu.
Hal tersebut dibenarkan oleh Juru Bicara Pengadilan Negri Palembang Klas 1A Khusus, Hotnar Simarmata SH MH. Saat pewarta mencoba mengkonfirmasi hal tersebut diruangnya.
"Ya benar, setelah berkas nya masuk ke PN beberapa waktu lalu, maka sidangnya sudah terjadwal dan jika tidak ada halangan akan digelar Rabu ini mas, tersangka sendiri sudah ditahan dirutan Pakjo bernama". Ungkap Hotnar.
Hotnar menambahkan untuk tersangka yang akan disidangkan nantinya itu yakni si penyuap bupati Muaraenim kala itu, yakni seorang kontraktor bernama Robi Okta Fahlevi seorang direktur CV Indo Paser Beton yang telah dilakukan penahan dirutan pakjo palembang.
Selain itu juga Hotnar mengatakan bahwa perangkat persidangan yang nantinya akan dilangsungkan tersebut termasuk hakimnya juga sudah ditunjuk. Sebagai hakim ketuanya yakni Ketua PN Palembang, Bongbongan Silaban SH LLM, Hakim Anggota Abu Hanafiah SH MH dan Junaidah SH MH. Untuk Paniteranya sendiri yaitu Junaidi.
"Sidang tersebut digelar terbuka untuk umum, jadi silahkan juga nanti untuk jadwalnya bisa dilihat di website PN Palembang juga ada". Tutup Hotnar.
Sekedar mengingatkan bahwa tertangkapnya tersangka tersebut bermula saat Tim penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Palembang dan Muara Enim, Sumatera Selatan, Senin (2/9/2019) silam.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan tiga tersangka terkait kasus dugaan suap berkaitan dengan pekerjaan proyek di Dinas PUPR di Kabupaten Muara Enim.
Sebagai pemberi:
1. Robi Okta Fahlefi dari selaku kontraktor pengerjaan proyek
Sebagai penerima:
1. Bupati Muara Enim Nonaktif Ahmad Yani
2. Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan PPK di Dinas PUPR Muara Enim Elfin Muhtar.
Ahmad Yani diduga menerima uang USD 35 ribu dari Robi. Uang tersebut diduga merupakan commitment fee 10 persen untuk mendapatkan 16 paket pekerjaan dengan nilai Rp 130 miliar.
Selain uang USD 35 ribu, KPK menduga Ahmad Yani pernah menerima uang sebelumnya dengan total Rp 13,4 miliar, terkait berbagai paket pekerjaan di lingkungan kabupaten tersebut.
Robi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu Ahmad Yani dan Elfin dapat dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Fly)