![]() |
| (foto/ist) |
PALEMBANG,
SP - Ujian Nasional (UN) resmi akan
dihapuskan pada 2021 mendatang. Menanggapi hal tersebut, Pemerintah Provinsi
(Pemprov) Sumatera Selatan (Sumsel) mendukung kebijakan dari Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan RI tersebut.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas
Pendidikan Provinsi Sumsel, Riza Fahlevi mengatakan, penghapusan UN tersebut baru
akan dilakukan pada tahun 2021. “Tahun 2021 akan ditiadakan atau dihapus. Namun
untuk tahun ini kan UN sebentar lagi, jadi masih tetap dilaksanakan UN. Namun
tahun depan akan diganti dengan assesment kompetisi atau apapun namanya,” ujar
Riza, Rabu (11/12/2019).
Ia mengatakan, kebijakan tersebut
didukung penuh dan nantinya Pemprov Sumsel akan mensosialisasikan hal tersebut
pada seluruh sekolah yang ada di Sumsel.
“Ini kebijakan yang sangat baik,
karena UN selama ini menjadi penopang lulus tidaknya siswa. Penghapusan UN ini
pasti ada kajian yang sudah dilakukan dari Kementerian Dikbud. Kebijakan dari
pusat ini akan kita tindaklanjuti,” kata dia.
Diakuinya, UN seharusnya dianggap
sebagai pemetaan kualitas dari pendidikan di Indonesia. Bukan menentukan
kelulusan. Penentu kelulusan cukup melalui penilaian dari sekolah.
“Kalaupun nanti dihapus, untuk
penentu kelulusan bisa dengan evaluasi oleh sekolah. Sistem dari assesment ini
tetap ujian, namun tidak per mata pelajaran seperti UN sekarang. Jadi sifatnya
umum,” jelasnya.
Ia mengatakan, berdasar penilaian
dan pengamatan selama ini, UN memiliki positif dan negatif. Dari hasil rakor
dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, proses pembelajaran terhadap guru dan
siswa dapat tercipta jika merdeka dalam belajar.
“Merdeka dulu dalam belajar. Selama
ini kan seperti terkungkung, harus menguasai pelajaran A, B dan C, tapi
prosesnya terlupakan. Seperti guru kan selama ini hanya sibuk selesaikan
administrasi persiapan mengajar, buat RPP hingga berlembar-lembar. Cukup
sehalaman saja, poin inti mengajar. Jadi guru bisa fokus menciptakan proses
pembelajaran yang merdeka baik bagi guru dan siswa,” ujarnya.
Ia menilai wajar, jika Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan mencanangkan merdeka dalam belajar bagi guru dan
siswa. “Jika UN dijadikan penentu kelulusan, maka artinya hak guru dan siswa
dirampok. Jika UN mengintervensi kelulusan siswa, padahal standarnya belum tahu
persis karakter siswa dari awal hingga akhir masa sekolah. Dengan assesment
kompetisi dan survey karakter siswa, diyakini ini bisa menjadi proses penilaian
lulus tidaknya siswa,” jelasnya. (lan)
