![]() |
Wakil Ketua Komisi V DPRD Provinsi Sumsel Mgs Syaiful Padli. (foto/ist) |
- Soal Klaim RS
Belum Dibayar
PALEMBANG, SP - Komisi
V DPRD Sumatera Selatan (Sumsel) akan meminta penjelasan kepada BPJS Kesehatan
Pusat terkait klaim rumah sakit di Sumsel tahun 2019 klalu yang dinyatakan
belum di bayar.
Wakil Ketua Komisi V DPRD Provinsi Sumsel Mgs Syaiful Padli
mengatakan, dalam waktu dekat pihaknya akan mendatangi BPJS Kesehatan untuk
memnita penjelasan terkait klaim RS di Sumsel yang dinyatakan belum dibayar.
“Angka pastinya saya belum tahu, saat ini masih dalam prose
direkap jumlah totalnya. Klaim RSMH saja diketahui mencapai Rp 95 miliar dan RS
Siti Fatimah Rp 6 miliar. Kita minta
BPJS Kesehatan pusat penyelesaiannya bagaimana,” ungkapnya, kemarin.
Selain itu, pihaknya juga meminta pemerintah pusat untuk
membatalkan kenaikan tarif BPJS Kesehatan, pihaknya juga mendorong DPR RI
Komisi XI membentuk pansus agar kenaikan
tarip BPJS Kesehatan bisa dibatalkan.
“Masyarakat kita belum siap dengan tarif baru ini,
terutama masyarakat kelas III, sebelumnya
hanya bayar Rp25 ribu saja tetapi menjadi Rp42 ribu. Kalau ada lima orang, maka
dia harus penguralarannya akan lebih besar lagi,” kata politisi PKS ini .
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris mengatakan,
besaran angka utang tersebut merupakan dana tahun lalu. Fachmi menyebut, utang
tersebut sebenarnya sudah jatuh tempo pada 31 Desember 2019 lalu.
Kendati demikian, Fachmi memastikan, hutang tersebut akan
dilunasi pada tahun ini. Hal ini akan mampu terealisasi dengan memperhitungkan
kenaikan iuran BPJS Kesehatan sejak 1 Januari 2020.
"Tahun ini utang-utang rumah sakit akan bersih semua.
Mungkin di akhir tahun walaupun tidak banyak tapi sudah mulai ada tanda-tanda
program ini sustain," ujarnya di Kantor Kementerian Koordinator Pemberdayaan
Manusia dan Kebudayaan, Jakarta, baru-baru ini.
Menurutnya ,dengan kondisi keuangan yang sudah membaik
nantinya, BPJS dapat fokus meningkatkan kualitas pelayanan peserta. Bahkan,
hingga 31 Oktober 2019, BPJS Kesehatan mencatat terdapat utang yang sudah jatuh
tempo sebesar Rp 21,16 triliun.
“Kita sudahh utang jatuh tempo Rp 21,1 triliun. Inilah yang
kami sampaikan pada rapat terakhir 2 September. Kalau kita tidak melakukan
langkah konkret, di akhir tahun kita akan defisit Rp 32 triliun," kata Fachmi.
Menurutnya, utang jatuh tempo ini artinya ketika BPJS
Kesehatan belum melakukan pembayaran klaim selama 15 hari sejak verifikasi
klaim dilakukan. Sebelum verifikasi dilakukan, proses pengajuan klaim dari
faskes pun dilakukan selama 10 hari.
Fachmi mangaku, untuk setiap keterlambatan membayar,
pihaknya harus membayar denda kepada rumah sakit sebesar 1 persen setiap
bulannya. Tak hanya utang jatuh tempo,
BPJS Kesehatan pun memiliki outstanding claim (OSC) sebesar Rp 2,76 triliun,
dimana ini merupakan klaim yang telah ditagihkan ke BPJS Kesehatan dan dalam
proses verifikasi.
Disisi lain, Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas
menegaskan, utang tersebut akan dibayarkan dengan iuran peserta yang telah
disesuaikan. Sehingga, pemerintah diharapkan tidak lagi terbebani dengan
berbagai macam bentuk suntikan dana.
Sementara itu, pihak BPJS Kesehatan mengakui masih memiliki
utang sebesar Rp14 triliun ke mitra rumah sakit. Utang tersebut dipastikan akan
lunas tahun ini dengan skama kenaika tarif yang bakal diberlakukan.
Sebagaimana diketahui, pemerintah resmi menaikan
iuran BPJS Kesehatan sejak 1 Januari 2020 melalui Peraturan Presiden nomor 75
tahun 2019 Tentang Penyesuaiaan Iuran BPJS Kesehatan. Langkah ini merupakan
salah satu strategi pemerintah untuk menambal defisit anggaran JKN. (Kar)