![]() |
Ilustrasi, (foto/net) |
ketua KPU Sumsel Kelly Mariana mengatakan, ketentuan
tersebut sesuai dengan edaran yang telah ditetapkan oleh Kementerian Keuangan
(Kemenkeu) belum lama ini, dimana honor kedua daerah tersebut tidak mengalami
kenaikan pada gelaran Pilkada serentak di Sumsel.
"Di OKUT memang anggarannya sudah disesuikan dengan
penandatanganan NPHD sebelumnya, dimana sempat dipotong sekitar Rp 9,85 miliar.
Akan tetapi setelah konsultasi KPU RI tidak boleh, dimana NPHD harus sesuai
dengan yang ditandatangani, kalau selama belum diubah maka itulah. Untuk honor adhoc penyelenggara pemilu di KPU OKUT disetujui pakai aturan lama
bukan yang baru, " kata Kelly, Rabu (15/1/20).
Menurut Kelly, bagi
KPU yang lain menyelanggarakan Pilkada namun anggaran tidak mencukupi untuk
menaikkan honor penyelenggara tidak akan menjadi masalah dan bisa memakai
anggaran yang lama.
"Sebenarnya, mereka (OKUT) sudah buat surat ke Bupati
dan mereka tidak sanggup untuk penambahan lagi sekitar Rp8 Miliar, karena
berdasarkan konsultasi ke inspektorat KPU RI, ada kekurangan sekitar Rp8,5
miliar," katanya.
Sedangkan untuk KPU Kabupaten OI dipastikan honor
penyelenggara adhoc pakai tarif (PM)
baru, meski sebelumnya NPHD sempat dipotong Rp10 miliar, dari Rp 50 miliar
menjadi Rp 40 miliar yang disepakati sudah dikembalikan menjadi Rp50 miliar
lagi.
"Ada kemungkinan Mura mungkin pakai aturan lama, karena
hitungan kemarin pakai aturan lama di NPHD yang sudah dihitung sejak awal
(belum ada PM baru). Mura ini PM baru keluar setelah NPHD ditandatangani,
mereka tidak berani merubah," katanya.
Kelly mengatakan,
rencananya rekrutmen petugas adhock
(PPK dan PPS) masing-masing lima orang petugas. Sedangkan petugas KPPS
disesuaikan dengan jumlah TPS yang ada dikali sembilan orang. Pelaksanaan
rekrutmen ini akan dilalukan dalam waktu dekat.
"KPU 7 kabupaten bersama KPU Sumsel sudah menyamakan
persepsi dalam pembentukan penyelenggara adhock (PPK) yang dimulai pada 15
Januari, sedangkan PPS pada 15 Februari mendatang," katanya.
Untuk syarat sendiri, Kelly memastikan ada syarat tambahan
yang harus dipenuhi calon, yaitu pernyataan bebas dari narkoba, yang selama ini
tidak diberlakukan.
"Jadi calon harus ada E- KTP, harus domisili sama untuk
tempat yang didaftar. Termasuk harus ada surat keterangan sehat baik dari
puskesmas atau RS. Kemudian surat pernyataan bebas narkoba dulu hanya kesehatan
saja. Kita targetkan maksimal 29 Februari mendatang PPK sudah dilantikan dan
mereka bekerja selama 9 bulan, sedangkan PPS akan bekerja selama 8 bulan,"
katanya.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan besaran
kehormatan penyelenggaraan adhoc pada
Pilkada Serentak 2020 berdasarkan surat Menteri Keuangan Republik Indonesia
dengan nomor: S-735 / MK.02 / 2018 tertanggal 7 Oktober 2019.
Hal tersebuts ebagai tindaklanjuti surat KPU RI dengan
nomor: 1017 / KU.03.2-SD / 01 / SJ / IA / 019 tentang Penyampaian Kembali
Usulan Standar Biaya Badan Ad Hoc Pemilihan Tahun 2020. Tertera Ketua
sebelumnya Rp1,85 juta naik menjadi Rp2,2 juta. Sementara untuk anggota dari Rp1,6
juta menjadi Rp1,9 juta, sekretaris dari Rp1,3 juta menjadi Rp 1,55 juta, dan
staf Rp1 juta.
Kemudian, untuk Panitia Pemungutan Suara (PPS) dari
sebelumnya Rp900 ribu naik menjadi Rp1,2 juta. Sedangkan anggota dari Rp850
ribu menjadi Rp1,15 juta. Sementara itu, untuk Kelompok Penyelenggara
Pemungutan Suara (KPPS) yang selama ini Rp550 ribu naik menjadi Rp900 ribu,
anggota KPPS masing- masing dari Rp500 ribu menjadi Rp850 ribu. (Kar)