Notification

×

Tag Terpopuler

Pengadaan Bibit Talas yang Dibeli Umbi, Terdakwa Akui Atas Kemauan Bupati Empat Lawang

Monday, November 14, 2022 | Monday, November 14, 2022 WIB Last Updated 2022-11-14T09:26:42Z

Dua terdakwa korupsi pengadaan bibit talas dihadirkan dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor Palembang (Foto : Ariel/SP)


PALEMBANG, SP - Sidang perkara pengembangan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Bibit Umbi Talas yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 1,8 milyar tahun anggaran 2015 dengan dua terdakwa Fadilah Marik mantan Kepala Badan Pelaksanaan Penyuluhan dan Ketahanan Pangan (BP2KP) sekaligus Pengguna Anggaran dan Erni Amirulah selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) masih bergulir di Pengadilan Tipikor Palembang, Senin (14/11/2022).


Dihadapan majelis hakim yang diketuai Mangapul Manalu SH MH, Jaksa Penuntut Umum Kejari Empat Lawang menghadirkan langsung kedua tedakwa tersebut dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan terdakwa.


Dalam keterangannya, tedakwa Erni Amirulah mengakui bahwa dirinya yang menandatangani proses pencairan pengadaan bibit atas permintaan Muhammad Riza (terpidana dalam kasus yang sama) selaku kuasa Direktur CV Putri Agung.


"Saya yang menandatangani pencairan proyek pengadaan bibit tersebut yang mulia, atas permintaan dari Muhammad Riza karena saya sebagai PPTK," ujar Erni dalam persidangan.


Bibit sudah dibagikan oleh kontraktor Muhammad Riza (terpidana) kepada 50 kelompok tani yang tersebar di Kabupaten Empat Lawang.


Terdakwa Erni Amirulah juga mengakui bahwa CV Putri Agung yang memenangkan lelang tidak mempunyai sertifikasi pengadaan bibit.


"Dalam kontrak pengadaan yang seharusnya Bibit akan tetapi dikirim oleh Muhammad Riza adalah umbi talas yang sudah ada daunnya dan sudah dibagikan kepada kelompok tani yang ada di Kabupaten Empat Lawang. CV Putri Agung memang tidak ada sertifikatnya yang mulia, karena yang memenangkan CV tersebut adalah ULP," katanya.


Selain itu sembari menangis dan menyesal, Erni Amirulah dihadapan majelis hakim juga mengakui telah menerima uang sejumlah Rp 40 juta dari Nurhayati penyedia bibit umbi talas.


"Saya akui telah menerima uang Rp 40 juta dari Nurhayati selaku penyedia bibit umbi talas dari Bantaeng dan saya siap mengembalikannya. Saya sangat menyesal yang mulia," ucapnya sambil menangis. 


Sementara itu terdakwa Fadilah Marik menjelaskan sebelum pengadaan bibit terjadi, awalnya ada kerja sama (MoU) antara Pemkab Empat Lawang dan Pemkab Bantaeng.


"Awalnya pada tahun 2015, ada kerja sama MoU Bupati Empat Lawang dengan Bupati Bantaeng yang mengharuskan membeli bibit umbi talas disana. Jadi atas instruksi Bupati yang mulia," ujar Fadillah Marik.


Mendengar jawaban dari terdakwa, lantas majelis hakim langsung menanyakan kepada penuntut umum terkait nama Bupati yang disebut apakah sudah diperiksa.


"Penuntut umum Bupati nya sudah diperiksa tidak? Sayang kalau ini tidak dikembangkan," tanya hakim ke penuntut umum.


Selain itu terdakwa juga mengakui bahwa dalam kontrak pengadaan bibit tidak sesuai dengan spesifikasi.


"Dalam kontrak seharusnya dalam bentuk bibit yang sudah ada daunya, akan tetapi penyerahan bukan bibit melainkan umbi. Atas kejadian ini saya menyesal yang mulia," katanya.


Kemudian hakim ketua mengingatkan kedua terdakwa atas perbuatannya telah merugikan keuangan negara.


"Atas perbuatan dan kelalaian saudara telah mengakibatkan kerugian keuangan negara mencapai Rp 1,8 miliar. Semua pekerjaan yang sudah dilaksanakan menjadi nol, tahu tidak salahnya dimana?," Tegas hakim ketua.


Seusai sidang Jaksa Penuntut Umum Kejari Empat Lawang, mengaku nama Bupati yang disebut terdakwa dari penyidikan belum dilakukan pemeriksaan oleh penyidik.


"Itukan baru disebut-sebut ya, dari pemeriksaan terhadap terpidana dan dua terdakwa tidak ada nama Bupati Empat Lawang tahun 2015 disebut. Baru sekarang disebut oleh terdakwa, kita lihat nanti perkembani akan kita laporkan ke pimpinan terlebih dahulu," pungkasnya.


Untuk diketahui dalam perkara tersebut, Muhammad Riza telah dijatuhi vonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Palembang selama 6 tahun penjara denda Rp 300 juta.


Selain itu Muhammad Riza juga dihukum pidana tambahan wajib mengembalikan uang pengganti sebesar Rp 1,3 milyar.


Dalam dakwaan diketahui bahwa kedua terdakwa oknum ASN tersebut, disangkakan melakukan tindak pidana korupsi dalam kegiatan pengadaan bibit talas bantaeng, pada Badan Pelaksana Penyuluhan Ketahanan Pangan di tahun anggaran 2015 lalu.


Dimana dalam kegiatan tersebut, keduanya diduga tidak melakukan pengadaan bibit melainkan umbi, yang tentunya berbeda dari spesifikasi pada anggaran, sehingga mengakibatkan kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp1,8 miliar. (Ariel)

×
Berita Terbaru Update