![]() |
Mantan Kepala Dinas PUPR Banyuasin Ardi Afani dihadirkan sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Palembang (Foto : Ariel/SP) |
PALEMBANG, SP - Mantan Kepala Dinas PUPR Banyuasin Ardi Afani dihadirkan sebagai saksi dalam sidang perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi suap dan gratifikasi pada empat kegiatan proyek yang bersumber dari dana keuangan bersifat khusus tahun anggaran 2023 di Pengadilan Tipikor Palembang, Rabu (4/6/2025).
Dalam perkara tersebut menjerat tiga terdakwa itu yakni, Arie Martha Redo Kabag Humas dan Protokol DPRD Sumsel, Apriansyah Kepala Dinas PUPR Banyuasin dan Wisnu Andrio Fatra Wakil Direktur CV HK selaku Kontraktor.
Dihadapan majelis hakim yang diketuai Fauzi Isra, SH, MH, Ardi Afani mengungkapkan bahwa empat kegiatan Pembangunan Kantor Lurah, Pengecoran Jalan RT, dan Pembuatan Saluran Drainase di Kelurahan Keramat Raya Kecamatan Talang Kelapa tahun anggaran 2023, merupakan proyek Pokir milik RA Anita Noeringhati selaku Ketua DPRD Sumsel pada saat itu.
Awalnya Ardi Afani ditanya oleh hakim ketua terkait kapasitasnya dihadirkan dalam perkara tersebut.
"Saudara tahu dihadirkan sebagai saksi disini dalam perkara apa?," tanya hakim.
"Terkait dugaan korupsi yang ada empat masalah dalam kegiatan itu diantaranya pembangunan Kantor Lurah di Talang Kelapa Banyuasin," kata Ardi Afani.
"Bisa saudara jelaskan proses awal hingga adanya proyek ini di Banyuasin hingga jadi masalah," cecar hakim.
"Pada saat itu saya dipanggil ibu Anita selaku Ketua DPRD Sumsel untuk memasukkan usulan dana Pokir dan saya langsung berkordinasi dengan Apriansyah selaku Sekdin PUPR pada saat itu," jawab saksi.
Mendengar keterangan tersebut, lantas hakim menggali keterangan saksi Ardi Afani soal Anita Noeringhati yang mengusulkan empat kegiatan dari dana Pokir.
"Saudara tadi bilang bahwa dana Pokok Pikiran (Pokir) atau aspirasi dewan ini berasal dari Anita, sumber dana kegiatan itu dari mana, pribadi atau dari Negara?," telisik hakim.
"Sumber dananya bersifat bantuan khusus dari Pemprov Sumsel yang biasa disebut dana Pokir yang mulia," ujar saksi.
Lantas hakim menggali lebih dalam keterangan Ardi Afani soal dana Pokir tersebut.
"Apakah boleh Anita yang mengatur sendiri dana Pokir ini apakah sudah sesuai dengan aturan?," cecar hakim lagi.
"Setahu saya memang seperti itu yang mulia dan tidak ada masalah," jawab Ardi.
"Kalau saudara bilang sudah sesuai aturan kenapa empat kegiatan ini ada masalah? Inikan di jaman saudara waktu menjabat Kepala Dinas PUPR, jadi jangan buang badan," tegas hakim.
Lalu hakim bertanya kepada penuntut umum terkait nama Anita Noeringhati yang disebut dalam persidangan.
"Penuntut umum apakah Anita ini nanti jadi saksi di persidangan," tanya hakim ketua.
"Tidak ada diberkas yang mulia," jawab penuntut umum.
"Nanti akan kita panggil untuk didengarkan keterangannya sebagaimana yang terungkap dalam fakta sidang!," tegas hakim.
Setelah mendengarkan keterangan saksi Ardi Afani, Tim Penasehat Hukum terdakwa Apriansyah meminta kepada majelis hakim agar menghadirkan Anita Noeringhati dalam persidangan.
"Izin yang mulia, kami memohon agar Anita Noeringhati dihadirkan dalam persidangan untuk didengarkan keterangannya," pinta penasehat hukum Apriansyah.
"Baik nanti akan kita pertimbangkan jika memungkinkan akan kita panggil," ujar hakim ketua.
Dalam dakwaan bahwa perkara tersebut telah terjadi tindak pidana korupsi terhadap Alokasi Belanja Bantuan Keuangan Khusus tahun anggaran 2023 tersebut sebagaimana Keputusan Gubernur Sumsel yang diantaranya terdapat 4 kegiatan dengan pagu sebesar Rp.3.000.000.000.
Terhadap pekerjaan-pekerjaan tersebut tidak selesai dan tidak sesuainya dengan Surat Perjanjian Kontrak disebabkan adanya KKN berupa suap (Komitmen Fee) dan Gratifikasi serta pengaturan pengondisian pemenang lelang oleh Kabag Humas dan Protokol DPRD Sumsel Arie Martha Redo bersama-sama dengan Kepala Dinas PUPR Banyuasin Ariansyah dan pihak pemenang Wisnu Andiko Fatra sehingga menyebabkan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp.600 juta lebih. (Ariel)