![]() |
Terdakwa Riduan Mukti dan Bahtiyar melalui penasehat hukumnya membacakan eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Tipikor Palembang (Foto : Ariel/SP) |
PALEMBANG, SP - Sidang perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi pada Sektor Sumber Daya Alam penerbitan Surat Penguasaan Hak (SPH) izin Perkebunan Kelapa Sawit di Musi Rawas digelar di Pengadilan Tipikor Palembang dengan agenda pembacaan eksepsi terdakwa Riduan Mukti dan Bahtiyar, Kamis (19/6/2025).
Dalam perkara tersebut, selain Riduan Mukti mantan Bupati Musi Rawas yang juga mantan Gubernur Bengkulu dan Bahtiyar Kepala Desa Mulyoharjo periode 2010-2016, juga menjerat tiga terdakwa lainnya yakni, Efendi Suryono Direktur PT. DAM tahun 2010, Saiful Ibna Kepala BPMPTP Musi Rawas 2008-2023 dan Amrullah Sekretaris BPMPTP.
Dalam Eksepsinya, penasehat hukum Riduan Mukti mempertanyakan perbedaan kerugian negara sebesar Rp 182 miliar dan Rp 61 miliar yang dianggapnya tidak singkron dalam dakwaan.
Kemudian penasehat hukum Riduan Mukti juga menyebut bahwa surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak cermat, tidak jelas dan meminta agar majelis hakim membatalkan surat dakwaan tersebut batal demi hukum.
Sementara itu penasehat hukum terdakwa Bahtiyar dalam eksepsinya mengungkap sejumlah nama Penyidik Tipikor Kejati Sumsel yang meminta agar menyediakan uang sebanyak Rp750 juta pada saat waktu penyidikan yang mana pada saat status terdakwa Bahtiyar masih sebagai saksi.
"Akan tetapi terdakwa baru mampu menyerahkan uang senilai Rp400 juta yang diberikan dalam dua tahap yaitu tahap pertama sebesar Rp 100 juta yang katanya uang tersebut akan dibagikan kepada penyidik Tipikor, dengan rincian Rp 50 juta dan selanjutnya Rp 50 juta bersama tim Tipikor. Kemudian tahap dua tanggal 22 Agustus 2024 diberikan lagi uang sejumlah Rp 300 juta dengan rincian Rp100 juta dan Rp200 yang katanya untuk tim Tipikor. Sementara sisanya sebesar Rp350 juta terdakwa Bahtiyar belum mampu menyediakannya dan akan diusahakan setelah perkara ini tuntas," ungkap penasehat hukum Bahtiyar dihadapan majelis hakim dan tim Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan.
Sejak saat itu lanjut penasehat hukum, benar terdakwa Bahtiyar tidak dipanggil lagi oleh Penyidik Tipikor Kejati Sumsel.
"Akan tetapi, pada Bulan Maret 2025 atau skitar 6 bulan kemudian tiba-tiba muncul surat panggilan kepada terdakwa Bahtiyar dengan status tersangka," ujar penasehat hukum Bahtiyar.
Dilanjutkannya, atas dasar perlakuan tersebut pada saat terdakwa dibawa dan diperiksa di Kejati Sumsel pada tanggal 11 Maret 2025.
"Terdakwa meminta agar uang yang telah diterima oleh penyidik dikembalikan. Dan akhirnya uang sebesar Rp400 juta tersebut dikembalikan melalui anak terdakwa pada malam hari tanggal 11 Maret 2025 yang diserahkan oleh orang kepercayaan penyidik," ungkapnya.
Hal tersebut, menurut penasehat hukum menunjukan bahwa permintaan uang betul-betul berasal dari tim penyidik dan penundaan pemeriksaan selama 6 bulan tersebut ada hubungannya dengan pemaksaan permintaan uang senilai Rp400 juta tersebut.
Setelah mendengarkan pembacaan eksepsi tersebut, Jaksa Penuntut Umum Kejati Sumsel dan Kejari Musi Rawas akan menanggapinya secara tertulis pada sidang selanjutnya. (Ariel)