Notification

×

Tag Terpopuler

Pengenaan E-Tax Memberatkan Pelaku Usaha Kuliner, Ribuan Pengusaha Kuliner Siap "Geruduk" Pemkot

Saturday, August 10, 2019 | Saturday, August 10, 2019 WIB Last Updated 2019-08-10T10:19:07Z
Ratusan massa dari berbagai pelaku usaha kuliner di Palembang saat berunjuk rasa menolak kebijakan Pemkot Palembang mengenai pengenaan E-Tax beberapa waktu silam dikantor DPRD Kota Palembang
PALEMBANG, SP - Kebijakan Walikota Palembang banyak menimbulkan protes warga masyarakat Kota Palembang. Pencitraan Harno Joyo yang di saat masa kampanye seakan peduli dan dekat dengan rakyat malah berbanding terbalik setelah dia menang dan dilantik.  Masih jelas dalam ingatan saat masa kampanye,  lurah dan Ketua Rukun Tetangga (RT)  mendatangi rumah warga dan mengatakan Walikota Palembang membebaskan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)  warga yang nilainya Rp100 ribu ke bawah. Namun setelah dilantik PBB naik tajam hingga 500 persen. Akibatnya warga demo dan melapor ke Ombudsman Sumsel.

Masalah itu Ombudsman hingga memberikan ultimatum keras kepada walikota agar merevisi besaran PBB kepada warga. Baru selesai masalah tersebut,  muncul masalah baru yakni kebijakan untuk menggenjot penerimaan pendapatan asli daerah (PAD)  dengan pengenaan pajak 10 persen terhadap pengusaha kuliner tanpa pandang buluh termasuk membeli pecel lele juga dikenai pajak.  Hal itu tentu saja menimbulkan gejolak di kalangan pengusaha kuliner.  Sebab tidak semuanya usahanya sudah besar dan sukses , ada yang masih tahap merintis.

Terhadap kebijakan yang tidak populis itu para pengusaha itu sudah melakukan aksi damai, menemui anggota DPRD Kota Palembang dan juga Ombudsman Sumsel namun Pemkot Palembang bergeming dengan kebijakan mereka.

Pengusaha kuliner yang menolak kebijakan Pemkot yang dinilai tidak berpihak pada rakyat itu semakin besar.  Ribuan pelaku usaha kuliner siap ‘mengepung’ Kantor Walikota Palembang untuk menuntut penghapusan pajak 10 persen dan pembatalan pemasangan e-tax di tempat usaha mereka. Hak ini kebulatan tekad dan merupakan hasil musyawarah para pelaku usaha kuliner, Jumat (9/8/2019),di salah satu rumah makan Padang di sekitaran Km5 Palembang.

Hadir dalam musyawarah tersebut para ketua asosiasi pelaku usaha dan para pelaku usaha kuliner seperti pedagang bakso, pedagang mie ayam, pedagang pempek, pedagang nasi padang dan pedagang pecel lele. “Keluhan para pelaku usaha kuliner ini sudah kita sampaikan, kepada DPRD Kota Palembang, Ombudsman Sumsel bahkan pada ulama Maspuro juga sudah kita laporkan. Namun hingga sekarang belum ada hasil malahan pihak Pemkot  Palembang kesannya semakin keukeuh dengan kebijakan mereka. Tidak ada respon sama sekali terhadap apa yang kita lakukan selama ini, bahkan untuk dialog saja, mereka terkesan menutup diri dari kami,” Kata Ketua Forum Komunikasi Paguyuban Kuliner Bersatu Palembang (FK-PKBP), Idasril,SE,SH,MM.


Dikatakan Dasril, seharusnya Pemkot bijak menanggapi tuntutan pelaku usaha kuliner ini. ”Jangan sampai menunggu mereka ramai-ramai mendatangi kantor Walikota Palembang. Batalin saja dulu pajak 10 persen itu dan pemasangan e-tax serta lakukan sosialisasi. Klasifikasi pengusaha yang berhak dikenakan e tax jangan  digeneralisasi , hal ini tentu saja tidak adil, “tegas Dasril .

Sekretaris FK-PKBP,  Febri Irwansyah Al- Lintani,  merasa heran dengan kebijakan Pemkot Palembang . Sebab jelas dikatakan dalam perdanya pajak restoran dan hotel namun yang disasar adalah para pedagangnya. ” Bila ingin mensurvey harusnya yang disurvey itu para konsumen bersedia tidak mereka di kenakan pajak,”ujar Febri yang juga ketua DKP Kota Palembang ini.

Jangan dengan alasan menaikan PAD, masih kata Febri, masyarakat kecil yang diperas. “Ini jelas ini merugikan konsumen dan pemilik usaha kuliner. Masak konsumen yang berpenghasilan rendah seperti buruh, sopir dan pengganguran di kenakan pajak. Mereka inilah yang selalu belanja nasi bungkus di rumah makan padang,”keluh Febri.

Ridwan Hayatudi,SH,MH,  Penasehat FK-PKBP juga mengatakan hal yang sama. Bahkan dengan tegas Ridwan mengatakan pihak Pemkot Palembang  sembrono dalam hal ini. Ridwan juga menganjurkan selain melakukan demo besar-besaran, pihaknya juga yang menjabat sebagai Ketua PPRM (Persatuaan Pengelolah Rumah Makan Padang) Kota Palembang menganjurkan untuk menggugat Perda dan Perwali ke PTUN Palembang.  “Bila walikota tidak merespon tuntutan kita, kita siap demo secara besar-besaran dan kita juga siap untuk melakukan gugatan terhadap Perda dan Perwali Kota Palembang yang memberatkan para pelaku usaha kuliner ini,”katanya.

Senada dengan Ridwan, Ketua Bang Japar Sumsel, Iskandar Beny Sabeni, mengatakan siap menurunkan anggota Bang Japar hingga 100 orang bila pemkot lamban merespon tuntutan pelaku usaha kuliner di Kota Palembang. Bahkan dia mengusulkan untuk melakukan class action terhadap kebijakan pemkot yg memberatkan pelaku usaha kuliner kota palembang. “Lakukan class action karena yang dirugikan bukan hanya pedagang tapi juga konsumen kelas bawah. Kami juga sudah koordinasi dengan pengurus aliansi konsumen bersatu yaitu wadah para konsumen yang merasa diberatkan dengan pajak ini dan mereka mendukung aksi yang akan diadakan nanti sebelum hari kemerdekaan nanti,” tegas Beny.

Humas FK-PKBP, H Imron sangat berharap kepada ulama Maspuro untuk segera menyampaikan keluhan pelaku usaha kuliner kepada Walikota Palembang. Dia khawatir nanti terjadi apa-apa di lapangan karena ini menyangkut periuk nasi.”Kita sudah lapor juga ke ulama Maspuro, dan para ulama kita ini menjanjikan 1 atau 2 hari ini untuk disampaikan ke Walikota Palembang terkait keluhan pengusaha kuliner di Kota Palembang,” pungkasnya. (Fly)
×
Berita Terbaru Update