![]() |
Sidang lanjutan perkara AKBP Dalizon menghadirkan saksi pihak kontraktor yang memberikan pinjaman kepada terdakwa Herman Mayori (Foto : Ariel/SP) |
PALEMBANG, SP - Sidang lanjutan pembuktian pengembangan perkara dugaan tindak pidana korupsi suap Pengadaan Barang dan Jasa pada Dinas PUPR Musi Banyuasin tahun anggaran 2019, yang sebelumnya menjerat oknum perwira Polisi AKBP Dalizon, kembali digelar di Pengadilan Tipikor Palembang, Senin (15/1/2024).
Dalam pengembangan perkara tersebut, menjerat dua terdakwa mantan Kepala Dinas PUPR Musi Banyuasin Herman Mayori dan Bram Rizal.
Dihadapan majelis hakim yang diketuai Pitriadi SH MH, tim Jaksa Penuntut Umum Kejagung menghadirkan saksi dari pihak kontraktor yang memberikan pinjaman uang kepada Herman Mayori yakni, Andi Ikhsan, Rahmat Setiawan alias Abeng dan Yuswanto.
Dalam keterangannya para saksi kontraktor tersebut, mengakui pernah mendapatkan pekerjaan proyek dari Dinas PUPR Musi Banyuasin pada tahun 2019 sampai tahun 2020.
"Pada tahun 2020 saya mendapatkan pekerjaan proyek jalan dan jembatan dari Dinas PUPR Muba dan saya pernah menyerahkan uang kepada Kabid Ahmad Fadli dalam bentuk pinjaman, sebesar Rp 300 juta atas permintaan Herman Mayori pada saat itu selaku Kepala Dinas PUPR," ujar saksi Andi Ikhsan dalam persidangan.
Sementara itu, saksi Rahmat Setiawan juga mengakui mendapatkan pekerjaan proyek jalan dan normalisasi sungai di Musi Banyuasin dan pernah memberikan pinjaman uang sebesar Rp2 miliar kepada Herman Mayori, akan tetapi dia menjelaskan pinjaman tersebut tidak ada perjanjian hutang piutang.
"Pada saat itu sebelum lebaran tahun 2020 saya pernah menyerahkan uang sebesar Rp2 miliar dalam bentuk rupiah kepada Herman Mayori dirumah saya yang disaksikan oleh Fadli dan Edi Umari," ungkap saksi Rahmat Setiawan.
"Sauadara saksi, tahu tidak uang pinjaman dari saudara digunakan untuk diberikan kepada Dalizon?," Tanya Jaksa Kejagung.
"Tidak ada perjanjian hutang piutang uang itu saya pinjamkan saja, tidak tahu kalau uangnya diberikan kepada Dalizon dan uang itu sampai sekarang belum dikembalikan," jawab saksi.
Sementara itu saksi Yuswanto tidak mengakui, jika pernah meminjamkan uang kepada Herman Mayori.
"Saya tidak pernah meminjamkan uang kepada Herman Mayori maupun kepada kabid-kabid di Dinas PUPR," jawab saksi.
"Saksi saudara ingat ya apa yang disebut majelis hakim tadi terkait dengan keterangan palsu, karena ada sanksi hukumnya! Karena keterangan sauadar ini berbeda dengan apa yang ada dalam BAP," tegas Jaksa.
Mendengar adanya perbedaan keterangan dari para saksi-saksi dan terdakwa, kemudian tim penuntut umum Kejagung meminta izin kepada majelis hakim untuk mengkonfrontir keterangan saksi dengan saksi sebelumnya.
"Izin yang mulia, karena adanya perbedaan keterangan kami akan mengkonfrontir keterangan saksi dengan saksi sebelumnya," pinta jaksa.
Terkait dengan adanya perbedaan keterangan tersebut, majelis hakim kemudian menegaskan kepada saksi terkait pengembangan perkara.
"Baiklah setelah majelis hakim bermusyawarah, pada agenda sidang berikutnya untuk mengkonfrontir keterangan saksi dan saksi sebelumnya. Saudara saksi Rahmat Setiawan apakah uang yang saudara pinjamkan sebesar Rp2 miliar itu ada kaitannya dengan proyek yang saudara kerjakan di Muba?tanya hakim.
"Tidak ada hubungan dengan proyek itu murni uang pinjaman tetapi tidak ada perjanjian hutang piutangnya, saya pinjamkan kepada Herman Mayori karena saya kenal," jawab saksi.
"Ini ada kaitannya dengan jumlah pinjaman yang begitu besar Rp2 miliar, tetapi tidak ada perjanjian hutang, kalau dikembangkan perkara ini saudara bisa kena dan status saudara dari saksi bisa dinaikkan menjadi tersangka. Karena saudara tidak bisa menjelaskan asal-usul uang pinjaman tersebut. Akhirnya bisa menimbulkan kecurigaan, makanya kalau hutang piutang harus dibuatkan perjanjiannya minimal ada kwitansi," tegas hakim ketua.
Kemudian majelis hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa Herman Mayori untuk menanggapi keterangan saksi Rahmat Setiawan terkait pinjaman uang sebesar Rp2 miliar.
"Silahkan terdakwa Herman Mayori untuk menanggapi keterangan saksi," ujar hakim.
"Saya tidak pernah meminjam uang kepada saksi Rahmat Setiawan yang mulia," bantah Herman Mayori.
"Ada yang mulia, Herman Mayori yang menelpon saya langsung untuk meminjam uang ada saksinya Ahmad Fadli," Jawab saksi.
"Baiklah nanti majelis hakim akan menilai siapa-siapa yang akan dikonfrontir terkait perbedaan keterangan ini, siapa yang benar diantara kalian. Saksi ya Rp2 miliar dalam bentuk rupiah itu banyak pakai apa sauadara menyerahkannya. Siap-siap saudara dihadirkan lagi dalam persidangan," tegas hakim ketua.
Sementara itu, sebelum sidang ditutup Alamsyah Hanafiah didampingi Raden Ayu Widya Sari dan tim kuasa hukum Herman Mayori tidak akan menghadirkan saksi meringankan dan ahli.
"Kami tidak menghadirkan saksi meringankan dan ahli, karena kami sudah tahu duduk perkara ini," ujar kuasa hukum Herman Mayori.
Dalam dakwaan tim penuntut umum Kejagung mendakwa Herman Mayori dan Bram Rizal bersama-sama telah memberikan hadiah atau janji kepada Dalizon sebesar Rp10 miliar dengan maksud agar menghentikan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi pada kegiatan proyek-proyek di Dinas PUPR Musi Banyuasin tanpa dilakukan gelar perkara.
Diketahui, AKBP Dalizon dalam perkara tersebut, saat itu menjabat Kasubdit III Tipidkor Polda Sumsel, telah divonis bersalah dan dijatuhi hukuman pidana penjara selama 3 tahun karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi menerima uang sebesar Rp10 miliar untuk menghentikan penyidikan perkara dilingkungan Dinas PUPR Muba tahun 2019.
Dalam pengembangan perkara itu, kemudian penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri menetapkan dua tersangka yakni, mantan Kepala Dinas PUPR Muba Herman Mayori serta Kabid Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Bram Rizal.
Seperti diketahui, Herman Mayori merupakan terpidana kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perkara suap penerimaan hadiah atau janji pengadaan barang dan jasa pada Dinas PUPR Muba tahun 2021, yang telah divonis hukuman pidana selama 4,5 tahun penjara.
Kasus OTT KPK itu, juga menjerat mantan Bupati Muba Dodi Reza Alex Noerdin dan Eddy Umari. (Ariel)